The Dream Team (Cerpen)

Rabu, 21 Oktober 2015


Malam itu pada bulan Ramadhan setelah berbuka puasa untuk yang ketiga kalinya, (maaf waktu itu gue lagi mengenang masa kecil dengan nyobain puasa bedug), gue melihat hp gue bergetar dengan sendirinya padahal gak ada yang nyentuh (jangan takut ini bukan cerita horor). Gue mendekati hp itu, setelah gue lihat ternyata ada sms dari temen gue Dicky, dia adalah Drummer gue di band (Arsenz), Smsnya bertuliskan “Henz ngerental yu…”
Sms itu sengaja gak gue bales karena gue lagi males, bukan karena males ngerental, karena ngeband adalah cita-cita gue sejak balita, tapi gue males untuk ketemu sama dia, bayangin gue kenal dan bersahabat sama dia sejak kelas satu SMP sampai detik ini ya sekitar 10 tahunan lah, dan sejak saat itu pula hidup gue jadi gak karuan dan penuh penderitaan, makanya gue jadi phobia kalau lihat dia.
Saat gue menuju kamar tiba-tiba terdengar suara, “woy bales woy,” gue kaget ternyata si pengirim sms itu sedang berdiri di luar rumah. Dengan penuh keterpaksaan gue buka pintu, dia tersenyum sok imut dan pasang wajah memelas.
“ngapain lo ke sini?” tanya gue jutek.
“aku mau ngobatin rasa kangen kamu kepadaku,” jawab dia sambil cengengesan.
Tanpa disuruh dia langsung nyelonong masuk ke kamar gue, “Henz entar kita latihan lagu ini,” kata dia.
Kemudian dia ngambil gitar terus “komat-kamit” gak jelas. (komat-kamit= nyanyi, tapi gue gak bilang nyanyi karena suaranya lebih mirip orang yang lagi berorasi, ya gak jauh beda sih sama suara gue yang gak pernah sinkron dengan suara gitar)
“gimana lo bisa kan?” tanya dia.
“Gampanglah gue pasti bisa lo kan tahu gue titisan Bondan prakoso,” padahal sumpah gue gak ngerti dia nyanyi apaan.
“Bagus, okeh brow kita brangkat, si Badins -Gitaris- udah nunggu dirumah si Ogay -Vokalis-” kata dia.
Oh iya malam ini gue sama si Dicky gak latihan dengan band Arsenz, tapi dengan band project barunya si Dicky dengan si Badins. Nama bandnya “Before to After.” Awalnya band ini hanya memiliki dua personil, yaitu: Badins sebagai gitaris dan vokalis, dia emang cocok untuk jadi vocalis karena tampang dan suaranya emang keren, dia juga paling play boy di antara kita, dia sering banget gonta-ganti grup band sama gonta-ganti cewek, untung dia gak gonta-ganti kelamin.
Dicky dia berperan sebagai Drummer, karena tampangnya yang gak jauh beda sama stik drum (maaf kalau ada stik yang tersinggung karena disamain sama dia), di antara kita dialah yang paling unik dan paling aneh. Seiring berjalannya waktu mungkin mereka menyadari kalau personilnya cuma berdua, orang-orang tidak akan mengira kalau mereka anak band tapi lebih mirip pasangan h*mo, mereka pun memutuskan untuk mengajak gue bergabung, dengan bergabungnya gue sebagai bassist, personil “Before to After” pun resmi jadi tiga orang, dan mereka pun gak terlihat sebagai pasangan h*mo lagi.
Karena si Badins merasa kewalahan jika harus nyanyi sambil main gitar, akhirnya kita memutuskan untuk mencari vokalis, dan orang yang beruntung tersebut adalah… Ogay, yah dia Vokalis yang kita pilih, dia adalah sahabat gue dan si Dicky waktu masih SMA, waktu SMA kita bertiga emang sekelas di kelas IPA 3, kita juga pernah ngebentuk band kelas dengan nama “Sainz3,” Sainz3 adalah band dadakan yang terbentuk saat SMA kita mengadakan lomba band antar kelas, Sainz3 sempat menjadi band terpopuler di kelas IPA 3 (doang).
Dan malam itu adalah latihan pertama Before to After dengan personil empat orang, bisa dibilang ini malam pelantikan si Ogay. Singkat cerita kita sudah ngumpul di rumah si Ogay untuk bripingan. Beberapa lagu berhasil kita bawakan, dari lagu Seven yearsnya Saosin, sampai lagu Beautifulnya Cherybelle yang diaransemen ulang, (catatan: yang diaransemen cuma musiknya doang, koreografinya tetap sama, eh enggak kita gak pake koreografi karena kita bukan boys band).
“berangkat sekarang ah,” kata si Badins.
“oke biar gak kemaleman,” jawab si Ogay yang udah kelihatan gak sabar ingin teriak-teriak di studio. Gue sama si Dicky cuma ngangguk doang, karena di antara kita berempat hanya gue dan si Dicky yang terlihat so cold, saking coldnya kita sering dimanfaatkan untuk menyimpan minuman dan sayuran agar gak cepet layu, sempat sih terlintas di benak kita untuk berubah menjadi kulkas.
Kita pun kemudian berangkat ke studio.
Setelah nyampe di studio ternyata studionya lagi sepi.
“wah tepat waktu studionya lagi kosong,” kata si Ogay, dia berkata dengan nada C major, maklumlah vokalis kalau ngomong suka pake nada.
Tiba-tiba pemilik studionya ke luar, pemiliknya adalah cewek yang lumayan manis sih, kita sering banget rebutin dia, tapi sayang dia udah nikah, dan dia bilang.
“Maaf A, studionya lagi tutup dulu, nanti setelah selesai taraweh baru buka lagi.”
“yaah pantesan sepi,” jawab si Ogay dengan nada A minor atau bisa dibilang dengan nada galau atau lebih tepatnya dengan nada kecewa.
Kemudian terjadi obrolan yang serius di antara kita dan pemilik studio.
“kenapa mesti tutup sih Teh, kalau nunggu yang taraweh entar kemaleman, nanti kita dimarahin Mamah kalau pulang larut malam,” Badins berkata dengan wajah memelas.
“ya malu atuh sama mereka, kan berisik mereka bisa gak khusu.” jawab Pemilik.
“Gimana kalau yang trawehnya dievakuasi dulu ke tempat yang lebih khusu.” kata Dicky.
“ide bagus, kita diskusikan sama imamnya siapa tahu dia mau berkolaborasi dengan kita.” tambah Badins.
“Udah sabar aja bentar juga selesai” jawab Pemilik terlihat kesal.
“Kenapa sih harus kita yang nunggu mereka selesai taraweh, kenapa gak mereka aja yang nunggu kita selesai latihan, terus lanjut taraweh?” kata gue.
“Udah bray kita tunggu aja dari pada kita nanti dikutuk jadi bedug.” kata Ogay.
Suasana jadi hening.
Emang sih di antara kita cuma si Ogay doang yang otaknya agak sedikit normal tapi gak normal-normal amat sih. Kita pun mengalah dan menunggu mereka selesai taraweh. Di tengah penantian kita, tiba-tiba ada yang nelpon ke si Dicky, dia terlihat berbincang-bincang dengan hp-nya, kemudian dia ngasih kabar gembira ternyata yang nelpon itu adalah temen sekampusnya, dia nawarin Arsenz -Band gue sama si Dicky- untuk menjadi Bintang tamu di acara buka bersama yang diadakan di SMA. Karena waktu itu Vokalis dan Gitaris Arsenz sedang di luar kota karena bekerja, jadi bandnya diganti sama Before to After.
Gila ini benar-benar jadi hadiah terbesar di bulan Ramadhan, bagaimana tidak band yang baru terbentuk bisa langsung menjadi bintang tamu. menjadi bintang tamu adalah salah satu impian dan cita-cita kita sejak kecil.
“Gimana sob terima gak tawarannya?” tanya si Dick.
“Bego lo, ya terimalah kesempatan gak datang dua kali.” Jawab kita kompak.
“tapi acaranya besok, dan tawarannya juga buat Arsenz, apa kita bisa, waktunya mepet?” tanya si Dicky lagi.
“Pasti bisa, lagian 50 persen personil Before to After adalah personil Arsenz juga kan, malam ini kita latihan semalaman,” lagi-lagi jawaban kita kompak.
Kita pun berdiskusi dengan yang nawarin manggung tadi, dari masalah tema acara, lagu apa yang mau dibawakan, sampai pada hal yang paling penting yaitu “Honor,” layaknya produsen sama konsumen di sini kita saling tawar menawar harga, ya meskipun kita band yang dibilang amatir tapi kita band yang selalu tahan harga, (Ingat: tahan harga bukan jual mahal), meskipun harga kita masih murah tapi kita gak bisa ditawar. Entah dia kurang perhitungan atau sedang apes, akhirnya dia pun setuju dengan harga yang kita tawarkan. Kita pun sepakat dengan dia. Gak lama kemudian taraweh selesai studio pun dibuka kembali, si teteh pemilik studio mempersilahkan kita untuk masuk.
Malam itu kita hanya latihan dua lagu, lagu yang telah disepakatin untuk manggung besok. Lagu yang dipilih yaitu lagunya Closehead-Ku kenang, dan Alone At Last-Kita bisa. Setelah selesai latihan di studio, kita berencana untuk kembali latihan di rumah si Dicky, pokoknya malam ini penuh dengan latihan. Di rumah si Dicky kita baru nyadar dengan kata-kata yang diucapkan oleh si Dicky kalau acara ini sangat mendadak dan kita gak punya banyak waktu, apalagi ini adalah latihan pertama kita. Dan ini pertama kalinya kita berempat bersatu dalam “Before to After.” tapi meskipun band baru kita berusaha untuk tetap optimis. Malam ini kita full latihan sampai pagi.
Menjelang saur temen si Dicky kembali nelpon, dia memberitahu kalau kita harus bawa alat sendiri. Ini kabar buruk buat kita, kita gak ada yang punya alat band, jangankan membeli atau menyewa alat, untuk ngerental aja kita harus nyembah dulu kaki orangtua kita agar dikasih duit.
“kalau gak punya alat acaranya diganti jadi akustikan, gimana mau gak?” tanya temen si Dicky.
Ini kabar yang lebih buruk lagi buat kita, kita gak sanggup kalau harus bermain akustik, apa lagi si Ogay dia orang yang pertama kali menolak, katanya sih kalau akustikan kita harus bener-bener rapi, karena gak ada suara distorsi gitar jadi kalau ada suara yang fals sedikit pun pasti ketahuan. Kita sempat kecewa karena kita akan gagal manggung. Setelah berkecewa ria, beberapa lama kemudian temen si Dicky nelpon lagi, dia bilang kalau alatnya sudah ada dan gak jadi akustikan. Kita pun bersorak gembira.
Matahari telah terbit, ini saatnya kita berangkat ke SMA untuk jadi Bintang Tamu. Okeh lets go.. Kita berangkat untuk mewujudkan mimpi kita. Sesampainya di SMA, suasana terlihat masih sepi, kita baru nyadar kalau buka bersama itu dilaksanakan setelah magrib gak mungkin dilaksanakan setelah dzuhur kecuali kalau lagi puasa bedug, maklumlah waktu itu kita gak pada puasa karena lupa makan sahur saking asyiknya latihan. Intinya kita datang kecepetan.
Di sana terlihat para panitia lagi sibuk bikin panggung. Kita nyamperin temennya si Dicky, dengan harapan mendapat DP dari panitia. Tapi kenyataan berbanding terbalik dengan yang kita harapkan, dia malah menyuruh kita untuk bantuin bikin panggung, dan chek sound.
“a*jir acara macam apa ini, masa bintang tamu disuruh bikin panggung sih,” keluh gue pada pada si Badins.
“iyah, jangan-jangan kita cuman dimanfaatin buat bikin panggung sama chek sound doang,” kata si Badins.
“Ini semua karena kita datangnya kecepetan,” ujar si Ogay yang kesal.
Sementara si Dicky dia lagi asyik mukulin drum yang tidak berdosa (dia emang jahat).
Beberapa lama kemudian setelah kita susah payah panggung pun selesai, semua alat sudah siap kita pun beristirahat sejenak sebelum manggung. Sekitar Pukul 14:00 wib, acara pun dimulai. Satu persatu susunan acara telah dilaksanakan. Saat Mc menyebut nama, “Before to After,” itu artinya kita telah dipersilahkan untuk beraksi di atas panggung, kita semua diliputi rasa grogi. Kita berjalan menuju panggung dengan sangat hati-hati takut tersandung karna kaki kita yang gemetaran.
Sampai di atas panggung perasaan grogi gue mulai hilang digantikan dengan rasa cemas dan khawatir, gue jadi takut dan berpikir bagaimana kalau seandainya di tengah pentas si Dicky tiba-tiba kesurupan atau si Ogay gak sengaja keselek mic, di tengah kehawatiran, gue mencoba tetap bersikap tenang. Kita memulai aksi kita, kesalahan demi kesalahan sukses kita suguhkan kepada para penonton maklumlah kita hanya anak band amatiran yang memiliki impian besar dengan skill yang pas-pasan, beruntung gak ada penonton yang lempar botol atau sendal. Mungkin orang yang nawarin kita manggung baru sadar kalau dia telah melakukan kesalahan besar dengan mempercayakan kita untuk jadi bintang tamu.
Setelah selesai membawakan lagu kedua, penonton pun bertepuk tangan. Kita turun dari panggung dengan perasaan yang campur aduk antara percaya dan gak percaya karena kita telah berhasil membuktikan kalau kita mampu mewujudkan salah satu impian kita.
Ini pengalaman yang sangat berharga buat Gue dan ke tiga sahabat gue, Meskipun kita manggung dengan penuh kekurangan tapi ini wajib disukuri karena setelah sekian lama kita bermimpi akhirnya kita bisa meraihnya walau dengan keterbatasan. Sejak saat itu satu persatu impian kita terjuwud, dan gue sangat menikmati persahabatan ini. Kita tidak bermimpi untuk menjadi terkenal, kita hanya berharap suatu saat orang-orang tahu karya kita tanpa perlu tahu siapa kita.
Pada akhirnya cepat atau lambat impian itu pasti terwujud sesuai dengan kemampuan kita. jadi, selain bermimpi kita pun harus melatih diri kita agar menjadi orang yang layak untuk menyambut hari dimana mimpi kita akan terwujud.
Tamat
Cerpen Karangan: Hendri Setiadie

0 komentar:

Posting Komentar