Bel pulang sekolah berbunyi. Ketua kelas X-IPA 2 menyiapkan untuk
segera berdoa. Setelah berdoa dengan tertib. Semua siswa berbaris untuk
segera ke luar kelas. Kondisi sekolah itu menjelang pulang sekolah
memang selalu tertib dan tidak gaduh.
Siswa mulai berhamburan ke luar kelas untuk segera pulang. Namun
tidak dengan Feni. Dia masih mondar-mandir di kelas. Ratih, sahabat
Feni, yang menyadari hal itu, kembali masuk kelas dan menanyakan kenapa
Feni masih di sana.
“fen, kenapa masih di sana?” tanya Ratih seduktif. Dilihatnya Feni yang
mondar-mondir seperti obat nyamuk bakar saja. Sepertinya sedang mencari
sesuatu.
“ini fen, buku biru fotokopian kemarin. Kok nggak ada ya? Padahal tadi
aku udah siapin di meja.” ujar Feni masih mondar-mandir mengitari
seluruh laci maupun kolong meja dalam kelas.
Berharap buku biru yang berisi seluruh materi IPA itu akan segera ditemukan.
“emang tadi kamu naruhnya di mana?” tanya Ratih mulai ikut mencari buku materi itu.
“di mejaku. Tadi aku lihat sendiri. Jelas-jelas masih di meja. Tapi
habis beres-beres tas. Eh.. Bukunya udah nggak ada.” ucap Feni cemas.
“eh? Tadi kamu sama Dian duduk di depanku kan? Coba deh kamu periksa
tas, barangkali nyangkut di situ.” tambah Feni.
“mana ada buku bisa nyangkut.” ujar Ratih Sambil memeriksa tasnya.
Barangkali memang nyangkut. Namun hasilnya nihil, “gak ada” ujarnya.
“aduh.. Terus di mana dong” kata Feni menggaruk tengkuknya kebingungan.
“coba deh, di tas kamu. Mungkin udah dimasukin” kata Ratih.
“tapi aku udah yakin, buku itu ditaruh di meja. Aduhh… gimana nih. Mana
besok ulangan lagi.” rengek Feni. Ratih merasa jengah. “Oh iya.. Dian
sama Ocit di mana, mungkin mereka salah masukin buku.” tambah Feni.
Tak lama Ratih memanggil Dian dan Ocit, yang kebetulan masih ikut
ngrumpi di kelas sebelah. Memang masih banyak anak di kelas sebelah,
jadilah Dian dan Ocit ikut nimbrung di sana. Dan itu memudahkan Ratih
mencari batang hidung kedua siswi tersebut.
“ada apa rat?” Tanya Dian pada Ratih yang tiba-tiba menyeretnya bersama Ocit kembali ke kelas IPA 2.
“Ini yan, cit, buku biru materi IPA milik Feni hilang. Padahal udah
ditaruh di meja. Tapi katanya, tiba-tiba nggak ada.” ujar Ratih
menjelaskan.
“emangnya kamu taruh di mana fen?” tanya Ocit seduktif. Namun Ratih yang
malah menjawabnya. “di meja… Ocit.. Kan aku udah bilang tadi”
“aku tanya ke Feni tahu.” celoteh Ocit langsung membuat Ratih nyengir gak jelas.
“udah.. Udah.. Terus, kita kesini buat apa?” potong Dian pada ketiganya.
“ini, mungkin kalian salah masukin buku ke tas kalian. Coba periksa deh, barangkali emang ada di situ.” kata Feni.
“di tas aku nggak mungkin ada. soalnya aku hari ini cuma bawa buku kuning. Bukan buku biru.” celetuk Ocit memulai candaannya.
Tetapi ketiga siswi di hadapannya malah menghadiahinya dengan tatapan
seolah mengisyaratkan itu-nggak-lucu. Ocit hanya nyengir nggak jelas.
“udah deh.. Ini serius tahu” ujar Feni. Membuat Dian dan Ocit memeriksa tasnya dengan teliti.
“nggak ada fen.” jawab Dian. “aku juga nggak ada nih. Ini buku biru.
Tapi punyaku sendiri. Tuh lihat namanya.” tambah Ocit sambil menunjukkan
buku biru miliknya.
“iya, ini punya kamu. Aduh… Terus gimana nih. Masa bisa hilang.” rengek Feni.
“coba deh kamu periksa tas kamu. Mungkin kamu yang lupa udah ditaruh di
sana.” kata Dian disertai anggukan kecil dari Ratih dan Ocit.
Feni pun memeriksa tasnya dengan teliti. Tak ada satu pun biji buku yang terlewatkan.
Setelah beberapa saat mencari, Feni tercengang. Ia melihat buku biru
materi IPA yang dicarinya ternyata ada di dalam tasnya sejak tadi. Feni
terlonjak girang. Membuat ketiga teman di hadapannya menatapnya aneh.
“yeay!!! Bukunya udah ketemu. Ternyata nggak hilang. Yeyeye… Yeay!!”
Kata Feni berhasil membuat Ratih, Dian, dan Ocit mengernyitkan dahi,
kemudian memasang wajah ditekuk 3 kali lipat.
“fen, lapangan luas loh. Gimana kalau kita adu jotos di sana.”
celetuk Ocit memasang wajah ditekuk 10 kali lipat dari biasanya.
Perkataannya malah membuat Feni nyengir nggak jelas.
“hehehe… Sory kawan. Jangan marah dong. Hehehe.” celetuk Feni membuat ketiga siswi di hadapannya memutar bola mata mereka.
“jadi nggak hilang fen, oke fix aku mau pulang sekarang.” ujar Dian memasang muka kesal yang dibuat-buat.
“hehehe… Maaf deh Rat, yan, cit, aku nggak tahu ternyata aku udah masukin buku itu ke tas. Hehehe.” pungkas Feni sambil nyengir.
“makanya kalau memeriksa sesuatu itu harus teliti, jadi kita nggak repot
kayak gini deh.” ujar Dian masih memasang wajah kesal. Pantas saja,
karena kehebohan Feni lah yang membuatnya harus memotong acara ikut
nimbrung bareng kelas sebelah.
“hehehe… maaf deh teman-teman. Aku nggak bakal nyusahin deh. Sueer!” ucap Feni menunjukan peace dua jari.
“oke, oke, sekarang pulang yuk. Lagian udah jam segini.” ajak Ratih.
“oke, yuk kemon.” jawab Feni antusias. Begitu juga Dian dan Ocit yang
antusias pulang bersama keduanya. Jarang-jarang mereka berempat pulang
bersama seperti saat ini. Karena apa? Karena kejadian itulah yang
membuat keempat sahabat itu semakin akrab dibuatnya.
Feni dan ketiga kawannya sedang menunggu bus di halte depan sekolah.
Keadaan di sana semakin hangat dikala candaan dan tawaan tercipta di
antara mereka. Namun tiba-tiba Feni mengatakan sesuatu. Yang membuat
ketiga sahabatnya diam.
“loh… Tunggu.. tadi pas aku periksa tas, kok buku LKS nggak ada ya.. Di mana nih?”
Runtuk Feni berhasil membuat ketiga temannya Kembali memutar bola matanya malas.
“emang kita pikirin… ” ucap Ratih, Dian dan Ocit serempak. Membuat Feni menekuk wajahnya 3 kali lipat.
Namun semenit kemudian keempatnya tertawa bersama. Bahkan tertawa sampai
berbahak-bahak. Menjadikan keempat sejoli itu makin akrab dibuatnya.
Cerpen Karangan: Resty Indah Yani
Hilangnya Buku Biru Materi IPA (Cerpen)
Rabu, 21 Oktober 2015
Diposting oleh
Amanda Regita Fatris
di
04.16
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar